Beberapa daerah telah berupaya mengelola sampah dan mendapatkan keuntungan darinya, salah satunya Kelurahan Malaka Sari, Jakarta Timur. Namun, pemasaran beberapa jenis sampah masih menghadapi kendala akibat harga jual yang rendah dan tak menentu.
Prakoso, fasilitator program pengelolaan sampah di Malaka Sari mengungkapkan, kendalanya ada pada sampah kardus, yang misalnya harganya sekarang Rp 1.400 per kilogram. Tapi, saat harganya bisa turun, sampah olahannya itu rugi kalau tetap dijual.
Saat ini, Prakoso mengajak warga Malaka Sari untuk mengelola sampah di Koperasi Bank Sampah yang dirintisnya bersama PT Unilever Indonesia. Warga akan menyetor sampah dalam jumlah berat tertentu, mendapatkan catatan layaknya buku tabungan dan bisa menuai keuntungan penjualan sampah yang dikumpulkannya.
Selain kardus, beberapa kendalanya adalah memasarkan sampah plastik seperti kemasan mi instan.
"Kemasan mi instan kalau dijual harganya agak rendah. Padahal, banyak warga yang setor itu," ujar Prakoso.
Ia mengungkapkan, saat ini dirinya sedang mengupayakan agar sampah-sampah jenis tersebut bisa dijual sehingga warga tidak merugi.
"Ya, mungkin nanti di koperasi perlu juga board untuk memantau harga kardus misalnya. Dengan cara ini, menjual sampah bisa seperti menjual saham. Saat harga kardus sedang bagus, maka saat itulah akumulasi sampah kardus dilepas ke pasar," paparnya.
Ia berharap, beberapa pihak termasuk industri yang memasarkan produk-produk menggunakan kemasan plastik, bisa turut berperan menjembatani pemasaran sampah plastik jenis itu.
"Nanti, industri mungkin bisa membantu menjembatani. Mohon dicarikan salah satu solusinya," kata Prakoso.
Adapun program bank sampah di Malaka Sari sudah berlangsung sejak 2007 lalu. Sementara Koperasi Bank Sampah diresmikan pada 26 Januari 2011 lalu oleh Walikota Jakarta Timur. Sejauh ini, beberapa jaringan penampung sampah telah dimiliki, seperti pabrik semen yang bersedia menampung sampah plastik jenis tertentu.
Sumber:kompas.com
Artikel Menarik Lainnya :