Seni berdiplomasi tak hanya berlaku di tempat kerja. Bertanya tanpa mengintimidasi juga dapat Anda terapkan kepada si dia, dan memegang peranan penting dalam kesuksesan program berburu jodoh. Jika Anda ingin mengungkapkan rahasia terpendam calon kekasih tanpa membuat si dia bertanya-tanya ada apa di balik pertanyaan Anda, ajukan saja beberapa pertanyaan ini:
"Kamu punya televisi di dalam kamar?
Pertanyaan ini bukan sekadar iseng belaka, namun ada makna di baliknya. Anda bisa mendapatkan gambaran sejauhmana kecerdasannya dari pertanyaan ini. Menurut pakar kesehatan, para pecandu televisi berisiko mengalami penurunan kemampuan berpikir lantaran kurang mendapatkan stimulasi otak. Mengapa begitu? Karena dalam memperoleh informasi, mereka punya kebiasaan menerima apa saja yang disodorkan di depan mata, dan tidak mengerahkan usaha untuk mencari sendiri, seperti mereka yang hobi membaca buku.
Sebuah survei mengenai hal ini dilakukan situs dating di Amerika. Sejumlah pria diminta mengerjakan tes untuk mengukur kemampuan intelektual mereka. Hasilnya, tiga perempat responden pria yang meletakkan televisi di kamar gagal total menyelesaikan tes. Bukan hanya berisiko mengorting kemampuan berpikir, kebiasaan menonton televisi di kamar juga merupakan "sinyal bahaya". Bisa saja si dia lebih menonton tayangan sepakbola ketimbang berduaan dengan Anda.
"Kamu lebih senang nongkrong di klub atau restoran?"
Pertanyaan ini untuk mengukur apakah si dia siap menjadi ayah atau belum. Semua orang tahu bahwa para club-hopper punya jam malam yang amat fleksibel. Pulang ke rumah lewat tengah malam atau pun menjelang pagi, bukan lagi cerita aneh. Makanya, tak banyak pria berkeluarga, terlebih mereka yang sudah punya anak, yang masih mempertahankan hobi kongkow di klub. Kalaupun ada, biasanya hangout ke klub hanya dilakukan sewaktu-waktu, bukan menjadi "ritual wajib" seperti ketika masih lajang. Kebanyakan di antaranya memilih tinggal di rumah untuk menikmati "quality time" bersama istri dan anak tercinta.
Nah, pria yang sudah siap menyandang status sebagai "ayah", pada umumnya akan mulai menyesuaikan ritme hidup dengan cita-cita masa depan. Mereka akan lebih giat bekerja untuk mengisi pundi-pundi keuangan keluarga, kelak. Ketimbang nongkrong di klub, mereka akan lebih memilih wisata kuliner ke restoran. Selain bisa dikunjungi kapan saja, suasana restoran yang bersahabat, alias tidak hingar-bingar, juga memudahkan mereka melakukan proses pendekatan dengan perempuan yang dianggap tepat untuk dijadikan pasangan.
"Kamu biasa mengantre atau suka menyerobot?" Atau, "Kamu suka binatang?"
Pertanyaan ini dapat mengukur apakah si dia religius atau tidak. Meski sekilas tampak mirip, spiritualitas tidak sama dengan sikap religius. Seseorang yang spiritual bisa jadi bukan orang yang religius, dan begitu pula sebaliknya.
Menurut Jeffrey Mishlove, PhD, psikolog dari The University of Philosophical Research, Los Angeles, Amerika, hal-hal yang menyangkut spiritualitas itu memang tidak kasat mata karena bersifat ruhaniah, tetapi dapat tercermin dari perilaku sehari-hari. "Jadi, kadar spiritualitas seseorang bisa terlihat dari bagaimana ia menghargai kehidupan dan alam semesta, berikut semua ciptaan Tuhan yang ada di dunia ini," katanya.
Maka, alih-alih mengajukan pertanyaan yang abstrak dan berat menyangkut ketuhanan, lebih baik Anda mengajukan pertanyaan alternatif yang ringan dan sifatnya keseharian. Misalnya, tentang kebiasaannya mengantre atau apakah dia penyayang hewan atau tidak. Orang yang memiliki jiwa spiritual akan cenderung bersikap tertib lantaran tidak mau melanggar hak orang lain. Mereka juga memiliki cinta yang besar untuk diberikan kepada sesama makhluk hidup, bukan hanya kepada sesama manusia namun juga kepada hewan dan tumbuhan.
"Kamu biasa menabung di awal atau akhir bulan?"
Cukup jelas, pertanyaan ini berkaitan dengan kebiasaannya menggunakan uang. Kata pakar keuangan, yang menentukan seseorang bisa kaya atau tidak bukanlah jumlah uang yang tertera di slip gaji, melainkan jumlah pengeluarannya setiap bulan. Mereka yang tahu cara mengelola uang tidak akan takluk pada hasrat konsumtif dan memboroskan setiap rupiah yang dimiliki. Makanya, untuk tahu apakah si dia memiliki sifat pemboros atau tidak, Anda bisa mendeteksi dari kebiasaannya menabung setiap bulan. Mereka yang disiplin menabung di awal bulan biasanya sudah memiliki rencana pengeluaran bulanan dan cenderung jauh dari sifat boros. Sebaliknya, mereka yang menggantungkan nasib tabungan dari sisa gaji bulanan, atau bahkan tidak punya tabungan sama sekali, biasanya tidak memiliki rencana keuangan yang matang dan cenderung memiliki gaya hidup konsumtif.
"Kamu punya televisi di dalam kamar?
Pertanyaan ini bukan sekadar iseng belaka, namun ada makna di baliknya. Anda bisa mendapatkan gambaran sejauhmana kecerdasannya dari pertanyaan ini. Menurut pakar kesehatan, para pecandu televisi berisiko mengalami penurunan kemampuan berpikir lantaran kurang mendapatkan stimulasi otak. Mengapa begitu? Karena dalam memperoleh informasi, mereka punya kebiasaan menerima apa saja yang disodorkan di depan mata, dan tidak mengerahkan usaha untuk mencari sendiri, seperti mereka yang hobi membaca buku.
Sebuah survei mengenai hal ini dilakukan situs dating di Amerika. Sejumlah pria diminta mengerjakan tes untuk mengukur kemampuan intelektual mereka. Hasilnya, tiga perempat responden pria yang meletakkan televisi di kamar gagal total menyelesaikan tes. Bukan hanya berisiko mengorting kemampuan berpikir, kebiasaan menonton televisi di kamar juga merupakan "sinyal bahaya". Bisa saja si dia lebih menonton tayangan sepakbola ketimbang berduaan dengan Anda.
"Kamu lebih senang nongkrong di klub atau restoran?"
Pertanyaan ini untuk mengukur apakah si dia siap menjadi ayah atau belum. Semua orang tahu bahwa para club-hopper punya jam malam yang amat fleksibel. Pulang ke rumah lewat tengah malam atau pun menjelang pagi, bukan lagi cerita aneh. Makanya, tak banyak pria berkeluarga, terlebih mereka yang sudah punya anak, yang masih mempertahankan hobi kongkow di klub. Kalaupun ada, biasanya hangout ke klub hanya dilakukan sewaktu-waktu, bukan menjadi "ritual wajib" seperti ketika masih lajang. Kebanyakan di antaranya memilih tinggal di rumah untuk menikmati "quality time" bersama istri dan anak tercinta.
Nah, pria yang sudah siap menyandang status sebagai "ayah", pada umumnya akan mulai menyesuaikan ritme hidup dengan cita-cita masa depan. Mereka akan lebih giat bekerja untuk mengisi pundi-pundi keuangan keluarga, kelak. Ketimbang nongkrong di klub, mereka akan lebih memilih wisata kuliner ke restoran. Selain bisa dikunjungi kapan saja, suasana restoran yang bersahabat, alias tidak hingar-bingar, juga memudahkan mereka melakukan proses pendekatan dengan perempuan yang dianggap tepat untuk dijadikan pasangan.
"Kamu biasa mengantre atau suka menyerobot?" Atau, "Kamu suka binatang?"
Pertanyaan ini dapat mengukur apakah si dia religius atau tidak. Meski sekilas tampak mirip, spiritualitas tidak sama dengan sikap religius. Seseorang yang spiritual bisa jadi bukan orang yang religius, dan begitu pula sebaliknya.
Menurut Jeffrey Mishlove, PhD, psikolog dari The University of Philosophical Research, Los Angeles, Amerika, hal-hal yang menyangkut spiritualitas itu memang tidak kasat mata karena bersifat ruhaniah, tetapi dapat tercermin dari perilaku sehari-hari. "Jadi, kadar spiritualitas seseorang bisa terlihat dari bagaimana ia menghargai kehidupan dan alam semesta, berikut semua ciptaan Tuhan yang ada di dunia ini," katanya.
Maka, alih-alih mengajukan pertanyaan yang abstrak dan berat menyangkut ketuhanan, lebih baik Anda mengajukan pertanyaan alternatif yang ringan dan sifatnya keseharian. Misalnya, tentang kebiasaannya mengantre atau apakah dia penyayang hewan atau tidak. Orang yang memiliki jiwa spiritual akan cenderung bersikap tertib lantaran tidak mau melanggar hak orang lain. Mereka juga memiliki cinta yang besar untuk diberikan kepada sesama makhluk hidup, bukan hanya kepada sesama manusia namun juga kepada hewan dan tumbuhan.
"Kamu biasa menabung di awal atau akhir bulan?"
Cukup jelas, pertanyaan ini berkaitan dengan kebiasaannya menggunakan uang. Kata pakar keuangan, yang menentukan seseorang bisa kaya atau tidak bukanlah jumlah uang yang tertera di slip gaji, melainkan jumlah pengeluarannya setiap bulan. Mereka yang tahu cara mengelola uang tidak akan takluk pada hasrat konsumtif dan memboroskan setiap rupiah yang dimiliki. Makanya, untuk tahu apakah si dia memiliki sifat pemboros atau tidak, Anda bisa mendeteksi dari kebiasaannya menabung setiap bulan. Mereka yang disiplin menabung di awal bulan biasanya sudah memiliki rencana pengeluaran bulanan dan cenderung jauh dari sifat boros. Sebaliknya, mereka yang menggantungkan nasib tabungan dari sisa gaji bulanan, atau bahkan tidak punya tabungan sama sekali, biasanya tidak memiliki rencana keuangan yang matang dan cenderung memiliki gaya hidup konsumtif.
Artikel Menarik Lainnya :